dan Hadith sahih, seperti 'mendengar', 'melihat', 'berbicara', 'turun' dan lain-lain.
Aqidah para ulama salaf yang soleh dan golongan yang selamat yaitu "Ahlus Sunnah wal Jama'ah" mempunyai keyakinan sesuai dengan apa yang terdapat dalam Kitabullah tanpa ta'wil (menggeser ma'na yang asal ke ma'na yang lain), ta'til (meniadakan ma'nanya sama sekali) dan tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya). Hal ini berdasarkan firman Allah yang bermaksud:
"Tidak ada suatu apa pun yang sama dengan Allah dan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat." (AsySyura: 11)
Sifat-sifat Allah ini antara lain sifat 'atas' atau 'tinggi' tadi mengikuti zat Allah. Oleh karena itu Iman kepada sifat-sifat Allah tersebut juga wajib sebagaimana juga Iman kepada zat Allah. Imam Malik ketika ditanya tentang ma'na "istiwa" dalam firman Allah yang bermaksud:
''Allah yang Maha Pengasih itu "istawa" di atas Arasy." [Surah Taha:4]
Beliau menjawab: Istiwa itu sudah dimaklumi, yaitu bererti "Tinggi." Tetapi bentuknya bagaimana tidak diketahui, kita hanya wajib mengimaninya. Perhatikanlah jawapan Imam Malik tadi yang menetapkan bahwa iman kepada istiwa itu wajib diketahui oleh setiap Muslim. Tetapi bagaimana tingginya Allah itu hanya Allah saja yang mengetahui. Orang yang mengingkari sifat Allah yang telah ditetapkan dalam Qur'an dan hadith -
antara lain sifat ketinggian Allah yang mutlak dan Allah di atas langit - maka orang itu bererti telah mengingkari ayat Qur'an dan hadith yang menetapkan adanya sifat-sifat tersebut. Sifat-sfat tersebut meliputi sifat-sifat kesempurnaan, keluhuran dan keagungan yang tidak boleh diingkari oleh siapa pun. Usaha sekelompok ulama' yang datang belakangan untuk mena'wilkan ayat-ayat Qur'an yang berhubungan dengan sifat Allah,
yang terpengaruh oleh filsafat yang merosak aqidah Islam, menyebabkan mereka menghilangkan sifat-sifat Allah yang sempurna dari zat-Nya. Mereka bertentangan dengan method ulama salaf yang dinilai lebih selamat, lebih tahu dan lebih kuat argumentasinya.
KESIMPULAN
Beriman kepada seluruh sifat-sifat Allah yang diterangkan dalam Qur'an dan hadith adalah wajib. Tidak boleh membeza-bezakan antara sifat yang satu dengan sifat yang lain, sehingga kita hanya mahu beriman kepada sifat yang satu dan ingkar kepada sifat yang lain. Orang yang percaya bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha Melihat, dan percaya bahwa mendengar dan melihatnya Allah tidak sama dengan mendengar dan
melihatnya makhluk, maka ia juga harus percaya bahwa Allah itu tinggi di atas langit dengan cara dan sifat yang sesuai dengan keagungan Allah dan tidak sama dengan tingginya makhluk, kerana sifat tingginya itu adalah sifat yang sempurna bagi Allah. Hal itu sudah ditetapkan sendiri oleh Allah dalam kitab-Nya dan sabda-sabda Rasulullah s.a.w.
Fitrah dan cara berfikir yang sihat juga mendukung kenyataan tersebut. ALLAH Dl ATAS ARASY Al Qur'an, hadith sahih dan naluri serta cara berfikir yang sihat akan mendukung kenyataan bahwa Allah berada di atas arasy.
1. Allah berfirman yang bermaksud:
"Allah yang Maha Pengasih itu "istawa" di atas Arasy." [Surah Taha:4]
Sebagaimana diterangkan dalam hadith Bukhari, para tabiin menafsirkan istawa dengan naik dan tinggi.
2. Allah berfirman yang bermaksud:
"Apakah kamu merasa aman terhadap Yang di langit? Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu." (AlMulk:16)
Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud "Yang di langit" adalah Allah seperti dituturkan dalam kitab Tafsir Ibnul-Jauzi.
3. Firman Allah yang bermaksud:
"Orang-orang tidak takut kepada Tuhannya yang di atas mereka." (AnNahl: 50)
4. Firman Allah tentang Nabi Isa As:
"Tetapi Allah mengangkatnya kepadaNya." (AnNisa:158)
Maksudnya Allah menaikkan Nabi Isa ke langit.
5. Allah berfirman yang maksudnya:
"Ialah Allah yang ada di langit-langit." (AlAn'am: 3)
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini sebagai berikut: Para ahli tafsir bersependapat bahwa kita tidak akan berkata seperti ucapan kaum Jahmiyah (golongan yang sesat) yang mengatakan bahwa Allah itu berada di setiap tempat. Maha Suci Allah dari ucapan mereka.
Adapun firman Allah yang bermaksud:
"Dan Allah selalu bersamamu di mana kamu berada." (AlHadid: 41)
Yang dimaksudkan adalah Allah itu selalu bersama kita, dimana Allah Mendengar dan Melihat kita, seperti keterangan dalam Ibnu Katsir dan Jalalain.
6. Rasulullah s.a.w. mi'raj ke langit ketujuh dan berdialog dengan Allah serta diwajibkan untuk melakukan solat lima waktu (Riwayat Bukhari dan Muslim).
7. Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Kenapa kamu tidak mempercayaiku, padahal saya ini dipercayai oleh Allah yang ada di langit?" (Riwayat Bukhari dan Muslim).
8. Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sayangilah orang-orang yang ada di bumi maka yang di langit (Allah) akan menyayangimu." (Riwayat Turmidzi).
9. Rasulullah s.a.w. pernah menanyai seorang wanita budak:
"Di mana Allah?"
Jawabnya:
"Di langit!"
Rasulullah bertanya lagi:
"Siapa saya?"
Dijawab lagi:
"Kamu Rasulullah."
Lalu Rasulullah bersabda: "Merdekakanlah dia karena dia seorang Mukminah! "
10. Sabda Rasulullah s.a.w:
"Arsy berada di atas, dan Allah berada di atas arsy. Allah mengetahui keadaan kamu."
11. Abu Bakar Siddiq berkata: "Barang siapa menyembah Allah maka Allah berada di langit, Ia hidup dan tidak mati." (Riwayat Imam Darimi dalam Alradd alal Jahmiyah)
12. Abdullah bin Mubarak pernah ditanya: "Bagaimana kita mengetahui Tuhan kita?" Maka beliau menjawab: "Tuhan kita di atas langit, di atas arsy, berbeza dengan makhluk-Nya." Maksudnya zat Allah berada di atas arsy, berbeza dan berpisah dengan makhluk-Nya, dan keadaannya di atas arsy tersebut tidak sama dengan makhluk.
13. Imam Abu Hanifah menulis kitab kecil berjudul "Sesungguhnya Allah itu di atas arsy." Beliau menerangkan hal itu seperti dalam kitabnya "Al-Ilm wal-Muta'allim."
14. Orang yang sedang solat selalu mengucapkan "Subhana rabial'ala (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi). Ketika berdo'a ia juga mengangkat tangannya dan menadahkan ke langit.
15. Otak yang sihat juga mendukung kenyataan bahwa Allah berada di langit. Seandainya Allah berada di semua tempat, nescaya Rasulullah s.a.w. pernah menerangkan dan mengajarkan kepada para sahabatnya. Kalau Allah berada di SEGALA TEMPAT bererti Allah jua berada di tempat-tempat yang najis dan kotor. Maha Suci Allah dari anggapan itu.
kredit: Syeikh Muhammad b Jamil Zeno; Dar-ul-Hadith Al-Khairiyah, Makkah Al-Mukarramah
Salam Ukhuwah..~
Berdasarkan Al-Qur'an :
BalasPadam- Allah wujud ISTAWA "beyond" Arasy.
- Allah bukan "berada" di Langit.
- Allah wujud tidak berdimensi (bukan sahaja tempat malah waktu).
- Arasy Allah lah yang MEMISAHKAN "Alam Ciptaan" dan Wujud Diri Nya.
- Allah itu Al-Qarib - Maha Dekat.
- Arasy Allah itu juga DEKAT.
- Seluruh Lapisan Langit dan Bumi adalah BERADA dalam Parallel Universe - wujud bertindih-tindih MELIPUTI satu sama lain NAMUN Alam yang lebih tinggi boleh melihat Alam yang lebih Rendah. Contoh Alam Jin boleh melihat Alam kita manusia; begitu juga Alam Malaikat. Mereka DEKAT dengan kita. NAMUN DEKAT lagi Allah dengan kita lebih dekat dari URAT leher kita - NAMUN Allah tetap berada di OTHER SIDE of Arasy - tiada BERDIMENSI dan BERDIRI SENDIRI - tiada DIA bersama dengan kita di Alam Berdimensi iaitu Alam yang ada TEMPAT atau RUANG juga Waktu.
- ALLAH Muhitho - MELIPUTI segala sesuatu
- ILMU ALLAH Wasi'a - juga MELIPUTI segala sesuatu
- RAHMAT ALLAH juga Wasi'a - MELIPUTI seluruh alam
- KURSI ALLAH juga Wasi'a - MELIPUTI seluruh Alam.
Paling kena FAHAM - wujudnya 7 Lapisan Langit dan Bumi sebagai PARALLEL UNIVERSE. ALLAH wujud TIDAK di Mana-mana ALAM BERDIMENSI itu. ALLAH wujud TIDAK BERTEMPAT tidak BERWAKTU - namun ALLAH ISTAWA di "beyond" ('ALAL) ARASY.
=====
Sila baca "Arasy dan Wujud Allah di mana (1) "
Sila baca "Arasy dan Wujud Allah di mana (2) "
cahayapalingbaik.blogspot.com
=====
Allah Ta’ala berfirman:
BalasPadam“Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”…”
[Qs. Al Mu’min: 36-37]
Fath-thali’a ilaa ilaaHi muusaa wa innii la adhunnuHuu kaadziban (“Supaya aku dapat melihat Ilah-nya Musa, dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.”) ini adalah ungkapan kekufuran dan pembangkangannya, dimana dia menganggap Nabi Musa ‘alaihi wasallam berdusta bahwa telah diutus oleh Allah kepadanya.
Dan Fir’aun mendustakan dakwah Nabi Musa ‘alaihi wasallam tentang keberadaan Allah subhanahu wa ta’ala ada di atas Langit.
Tidakkah kalian sadar bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai Fir’aun yang ingin menggunakan tangga ke arah langit supaya dapat melihat Tuhannya Musa.
Lantas Fir’aun mengingkari keyakinan Nabi Musa ‘alaihi wasallam mengenai keberadaan Allah azza wa jalla di atas langit dan Fir’aun menganggap Nabi Musa ‘alaihi wasallam sebagai pendusta. Sungguh siapa saja yang mengingkari Allah subhanahu wa ta’ala di atas ‘Arsy, maka ia (sejatinya) adalah pengikut Fir’aun.
Renungkanlah perkataan Al-Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah, beliau berkata:
“Mereka jahmiyah yang mendustakan ketinggian Dzat Allah di atas langit, mereka itu termasuk pengikut Fir’aun. Sedangkan yang menetapkan ketinggian Dzat Allah di atas langit, merekalah pengikut Musa (‘alaihi wasallam) dan pengikut Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam).”
[Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi. Dita’liq oleh Dr.Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth, 2/441, Mu’assasah Ar Risalah, cetakan kedua, 1421 H]
subhanallah,,sesungguhnya jelas terang benderang jalan method Alquran n Assunnah jika benar2 ikhlas mencari/mendambakannya..;-)
''MANHAJ SALAF''..