Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mengesannya. Sombong karena kebendaan sangat mudah terlihat, namun sombong karena
pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit dikesan karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.
Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri dan kepercayaan diri. Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan, Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.
Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu EGO di satu kutub dan KESADARAN sejati di lain kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak
punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita perlukan dalam hidup. Keenam indra kita
selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi. Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan
kita kepada dua isme ketamakan dan kebencian. Inilah akar dari segala permasalahan. Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju KESADARAN sejati.
Untuk melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah MAKHLUK FISIK, tetapi MAKHLUK SPIRITUAL. Kesejatian kita adalah spiritual, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong. Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabu oleh penampilan, label, dan segala "tampak luaran" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalaman". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego. Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang
lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi,
setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?
kredit: rakangroup
Salam Ukhuwah..~
Tiada ulasan:
Catat Ulasan