Rabu, 10 Julai 2013

Untuk Renungan

Gambar burong Hud-hud ini cuma sekedar hiasan sahaja.

Ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rasulullah s.a.w. mengantar jenazahnya
sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima
musibah itu.

Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata,"Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?" 


Isterinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal" 


"Apa yang di katakannya?" 


"Saya tidak tahu, ya Rasulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong." 


"Bagaimana bunyinya?" desak Rasulullah s.a.w.


Isteri yang setia itu menjawab,"Suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi ...andaikata yang masih baru .... andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?" 


Rasulullah s.a.w. tersenyum."Sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak
keliru,"ujarnya.

Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan solat Jumaat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal solehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan
lebih panjang lagi".

Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar pula.

Ucapan lainnya ya Rosulullah?"tanya sang isteri mulai tertarik.

Nabi s.a.w. menjawab,"Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, ditepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil,hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah kain baru, selain yang dipakainya. Maka ia menarik kainnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan kainnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Cuba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan kainku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu
selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rasulullah?" tanya sang isteri makin ingin tahu.

Dengan sabar Nabi s.a.w. menjelaskan,"Ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu
datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba- tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu terus membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu.

Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ' Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda.

Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakikatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain.

Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiriKarena itu Allah mengingatkan: 


"Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (surat Al Isra':7)


kredit: rakangroup


Salam Ukhuwah..~

2 ulasan: