Ahad, 8 Disember 2013

Poligami Bukan Sunnah Rasul

Gambar sekadar hiasan sahaja.

Berpoligami itu sama seperti makan dan minum, hukumnya mubah. Karena Baginda s.a.w. tidak menganjurkan setiap sahabat untuk melakukannya. Seperti Ali baru menikah kembali setelah Fatimah RA meninggal dunia karena Rasulullah s.a.w. tidak mengizinkan Ali untuk menikah kembali apalagi dengan putri Abu Jahal.

Rasulullah s.a.w. berpoligami setelah istri pertamanya meninggal dunia, dan setiap pernikahannya memberikan kontribusi yang besar terhadap Islam.

1. Mengangkat 2 saudarannya (Umar dan Abu Bakar) menjadi mertuanya seakan-akan beliau ingin mengatakan apa yang sedang dilakukan adalah milik bersama/perjuangan bersama. Sedangkan Ali dan Usman diangkat menjadi menantu.

2. Aisyah memberikan kontribusi yang besar untuk Islam. Banyaknya hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah.

3. Bertujuan sosial dan bukan karena pertimbangan fisik. Seperti mengawini janda-janda pejuang syahid (Hapsah, Ummi Salamah, Saudah), Janda-janda muslimah yang suaminya keluar dari Islam dan dia adalah putri kabilah Arab yang berpengaruh (Ummi Habibah,
Shafiyah, Zuwairiyah).

4. Memberikan kontribusi Syar'i yaitu pernikahannya dengan Zainab binti Zaas. Aib pada saat itu bagi orang Arab untuk menikahi bekas istri anak angkatnya.

Menikah lagi adalah suatu yang mubah. Dan janganlah hal yang mubah merusak yang sudah ada, seperti seorang anak yang ikut merasakan penderitaan ibunya. Karena poligami yang tidak berdasarkan fisabilillah cenderung Zholim.

Saat menikah lagi Rasulullah s.a.w. melakukannya secara terang-terangan dan tidak secara sembunyi-sembunyi.

Menurut Ust. A. Aziz tidak ada hadits yang mengatakan wanita yang mengizinkan suaminya untuk menikah lagi akan masuk syurga, yang ada hadits "Siapa saja wanita muslimah yang ketika meninggal suaminya ridho kepadanya maka akan dijamin masuk syurga".

Hadits ini kemudian dikembangkan oleh para suami yang ingin menikah lagi dengan mengatakan kalau ingin mendapat ridhonya izinkanlah dia untuk menikah lagi.
Menikah lagi tidak mudah dalam Islam, perlu pertimbangan yang masak sebelum melakukannya. Selain harus dapat memberikan kontribusi yang besar buat Islam, juga akan memberikan dampak psikologis yang besar terhadap istri dan anak-anak jika istri tidak siap menerimanya.

Di surat AtTaqobun ayat 14 Allah berfirman bahwa pasanganmu adalah ujian bagimu.

Berarti menambah istri akan menambah ujian. Riak-riak kecil dalam rumahtangga adalah hal yang lumrah yang perlu disikapi dengan kesabaran, berlapang dada dan memaafkan.

Dan jangan menyingkapi masalah yang ada di rumahtangga dengan menambah masalah lagi (menikah lagi).

Jika tidak dapat berbuat adil maka cukuplah seorang saja daripada berbuat zholim.

Rumahtangga harus dibangun atas dasar keimanan agar langkah-langkah yang diambil tidak berdasarkan emosi dan hawa nafsu. Dan jika ingin menikah lagi harus ditanyakan "Kontribusi apa yang dapat diperoleh untuk Islam jika saya menikah lagi."

Jadi jangan katakan saya ingin mengikuti sunnah Rasul dengan berpoligami padahal alasannya sangat rendah yaitu daripada berzina. Karena itu bukan sunnah Rasul tetapi suatu hal yang mubah saja.

Poligami Rasulullah s.a.w. sangat mulia dan tidak dapat disamakan dengan mereka yang berpoligami karena nafsu rendahan. Umumnya wanita tidak suka jika suaminya menikah lagi. Itu adalah hal yang fitrah dan manusiawi. Tetapi jangan sampai ketidak sukaan kita kepada poligami sampai menjadi kebencian terhadap syariah poligami dan orang-orang yang berpoligami. Dan jangan sampai kita membenci orang-orang yang berpoligami dan lebih menyukai ahlul maksiat.

kredit: persantren


Salam Ukhuwah..~

Tiada ulasan:

Catat Ulasan