Khamis, 15 November 2012

Tukang Sapu Jadi Jutawan


Marimir Husain berpelukan dengan saudara kandungnya yang telah insaf.
(foto: Sabq)


Musim haji tahun 2012 baru saja berlalu. Seperti biasanya, setiap kali musim haji selalu saja memunculkan kisah-kisah yang menakjubkan. Selalu ada cerita yang mengharukan, penuh hikmah dan menjadi pelajaran bagi umat manusia khususnya Muslim.

Di antara kisah nyata yang terjadi di musim haji tahun 2012 ini adalah kisah seorang tukang sapu di kota Mekkah yang mendadak kaya menjadi seorang jutawan. Bagaimana ceritanya? Dari halaman kisah benar seperti yang diterbiykan di akhbar al-Sabaq terbitan Saudi Arabia bertarikh 17 Dzhuhjjah lalu (02/11/2012). Kisah ini sudah di edit kembali tanpa mengurangi inti dan sari ceritanya.


Syahdan, seorang lelaki bernama Marimir Husain Jihar sedang menyapu jalanan kota Mekkah yang penuh debu. Ia membersihkan jalanan kota suci ini dari kotoran dan sampah-sampah yang dibuang manusia atau yang diterbangkan angin sepanjang waktu.

Sudah 5 tahun, pekerja imigran asal Bangladesh itu melakoni pekerjaan bersahaja tersebut, pekerjaan yang dipandang sebelah mata orang orang lain. Di Arab Saudi, orang Bangladesh sering disebut sebagai “Benggali”. Orang Indonesia pun memanggil mereka dengan sebutan demikian. Kita di Malaysia pula sebut Bangla.

Rakan-rakan sekerja Marimir tidak pernah tahu asal-usul Marimir, sebab ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan) orang Bangla yang menjadi buruh kasar di negeri Haramain ini.

Sampai pada suatu hari di musim haji 2012. Ketika Marimir asyik menyapu jalanan di sekitar wilayah Tan’im, tempat di mana orang-orang akan memulai (miqat) ihram untuk Umrah, suatu kejadian tak terduga terjadi.

Seorang lelaki tua berteriak dari seberang jalan memanggil nama Marimir. Lelaki itu berpakaian Ihram, terlihat hendak melaksanakan ihram untuk Umrah. Dari postur tubuhnya, lelaki tua itu jelas berkebangsaan Bangla juga.

“Marimir…! Marimir…! Marimir….!” Teriak lelaki tua berkali-kali dari seberang jalan. Namun kerana banyaknya manusia dan lalu lintas yang sibuk, Marimir tidak mendengarnya.

“Marimir…! Marimir…! Marimir…!” Lelaki tua itu kembali berteriak. Kali ini ia berlari ke arah Marimir menghadang jalan.

Aksi lelaki tua itu mengundang perhatian banyak orang di Tan’im, termasuk dari rakan-rakan lelaki tua itu sendiri. Mereka heran, bagaimana ia mengenali seorang penyapu jalan di kota suci ini.

Tanpa peduli, dia terus berlari tanpa menghiraukan kereta-kereta yang melaju kencang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, kerana aksinya itu mengganggu lalu lintas.

“Marimir…!”. Ujar si lelaki tua tanpa henti.

Kali ini Marimir mendengar. Ia menoleh, dilhatnya seorang yang sudah tua berlari ke arahnya. Ia pun heran, dari mana orang itu mengetahui namanya.

Lelaki itu semakin mendekat. Dan semakin dekat. Ketika sudah jelas baginya siapa yang datang, ia pun terperanjat. Alangkah terkejutnya Marimir, dia seakan tak percaya apa yang dilihatnya.

Ternyata lelaki tua itu adalah abang kandungnya sendiri….

Dengan berurai air mata, si lelaki tua itu menghampiri Marimir yang penuh debu, lantas ia memeluk pemuda itu dengan erat sambil menangis.

Aksi jemaah haji tersebut mengundang perhatian orang ramai. Meski tidak memahami apa yang berlaku, mereka mengabadikan momen penuh haru itu dengan kamera. Setelah itu, si lelaki tua bercerita kepada orang-orang yang di sekeliling mereka dengan penuh perasaan terharu.

Dia menceritakan bahawa tukang sapu itu adalah adik kandungnya sendiri, mereka adalah dua bersaudara yang sudah lebih 5 tahun tidak bertemu.

Kisah perpisahan mereka dimulai ketika orangtua mereka meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya. Ayah mereka meninggalkan harta warisan yang sangat banyak, mencapai 17 juta Riyal . Bagaimana tidak, keluarganya adalah keturunan bangsawan, dan salah satu datuk mereka adalah mantan menteri di Bangladesh.

Tapi saudara tuanya itu berbuat serakah. Dia tidak mau membahagi harta peninggalan itu dengan adiknya. Beberapa kali si adik meminta pembahagian warisan, tapi ia tidak mau. Bahkan, sang adik pernah disumbat ke penjara kerana menuntut haknya!

Kerana putus asa, akhirnya sang adik pergi meninggalkan Bangladeh. Dia pun menjadi pekerja imigran di Arab Saudi. Hingga bertahun-tahun lamanya. 5 tahun terakhir, ia menjadi tukang sapu di Mekkah.

Selepas kepergian adiknya itu, saudara tuanya pun diserang penyakit kanser ganas.

“Ini hukuman Allah atas kezaliman saya…”. Kata haji tua itu sambil menangis. Dan sejak itulah ia insaf atas perbuatan serakahnya.

Bertahun-tahun pula lamanya, ia berusaha mencari jejak sang adik. Dia bertanya kepada kawan-kawan adiknya, tapi tak seorang pun yang tahu. Dia pun sudah membuat tawaran, siapa yang mengetahui alamat adiknya akan diberi imbuhan yang besar.

Namun khabar tak kunjung datang. Sang adik entah di mana rimbanya. Sementara penyakitnya semakin parah, hingga dia mengira umurnya takkan lama lagi.

Hingga datang musim haji tahun 2012. Ketika dia hendak pulang ke tanah air, dia pun melaksanakan umrah terlebih dahulu. Ia bersama rombongannya pun berangkat ke Tan’im, miqat di mana orang Mekkah memulai umrah.

Dan di sanalah keajaiban itu terjadi. Di tempat inilah Allah s.w.t. mempertemukannya dengan adiknya yang selama ini dia cari. Dilihatnya seorang lelaki muda sedang menyapu jalanan, dan ternyata itu adalah saudara kandungnya.

Ketika pertemuan itu, saudara tua itu meminta maaf kepada sang adik atas kezalimannya selama ini. Kerana keserakahannya, sang adik hidup sengsara dan terlunta-lunta sebagai tukang sapu di negeri orang.

Dia pun mengajak adiknya pulang. Dia sudah membahagi harta peninggalan orangtua mereka seadil-adilnya. Bahagian untuk sang adik sudah dia sisihkan, dan akan dia berikan tanpa mengambilnya sedikitpun, jumlahnya jutaan Riyal ditambah harta yang sangat banyak.

Di tempat yang suci itu, sang adik mema'afkan abangnya. Dia sama sekali tidak menaruh dendam. Bahkan dirinya merasa bahagia boleh tinggal di tanah suci ini. Di sini, ia menghabiskan waktu untuk bekerja dan menghafal al-Qur’an.

Kepada hadirin yang berkerumun di sekitar mereka, tukang sapu yang jadi jutawan itu mengatakan: “Sungguh ini merupakan pelajaran yang besar dalam hidup saya. Saya sudah merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang teraniaya. Kerana itu, saya berjanji tidak akan menganiaya siapa pun. Allah s.w.t. mengharamkan kezaliman atas diri-Nya, dan diharamkannya kezaliman itu atas hamba-hambaNya”.


Kisah mengharukan itu menjadi buah bibir jemaah haji. Seorang penjual makanan segera di kota Mekkah mengatakan kepada wartawan Sabg:

“Saya sering bersedekah makanan kepada tukang sapu itu, tanpa saya pernah tahu ternyata dia adalah seorang jutawan”.

kredit: rakangroup


Salam Ukhuwah..~

Tiada ulasan:

Catat Ulasan