Sabtu, 14 Mei 2011

Larangan Istihza' (Mengolok-olokkan Allah swt)


Larangan Istihza’
Memang kita pasti bahawa perbuatan menghina itu adalah sangat tercela walau apa-pun bentuknya , serta kepada siapapun yang di tujukan , minimalnya itu adalah sebuah kezaliman kepada sesama hamba dan klimaksnya adalah sebuah kekufuran yang menyebabkan status seseorang berubah dari muslim menjadi kafir bahkan hukumannya adalah dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat dan meminta maaf. Dan kita sebagai seorang muslim dituntut untuk berhati-hati menjaga lisan kita . Islam telah mengajarkan umatnya agar selalu berkata-kata dengan perkataan-perkataan yang baik-baik dan bermanfaat dan melarang berkata kotor atau menyakiti hati orang lain.

Kita mungkin sering menyaksikan , ada sebagian orang melontarkan kata-kata hinaan atau makian yang seolah-olah tak berprikemanusiaan yang ditujukan kepada teman atau lawan pertengkarannya , bermula dari spesies binatang piaraan , kemudian kepada binatang liar yang jijik lagi kotor, alat vital , hingga adjective words alias kata sifat yang berhubungan dengan karakter; bahkan perkara seperti itu boleh kita dapati dalam lingkungan keluarga , niaga , bisnis , parlemen , pemerintahan , lebih-lebih lagi di wall space virtual semacam Facebook atau di situs-situs diskusi bebas lainnya. Bayangkan, jika yang kebetulan menjadi objek atau orang yang terkena stigmatisasi itu adalah diri Anda , betapa Anda merasa tak bernilai , setidaknya Anda merasa bahawa harga diri Anda direndahkan , dan tentu anda akan sangat marah terhadap orang yang menghina anda itu. Dan hal ini baru dalam lingkungan manusia , lalu dapat kita bayangkan bagaimana murkanya Allah subhanahu wa ta'ala jika syari’at-Nya , ayat-ayat-Nya , dan sunnah-sunnah Rasul-Nya diperolok-olok atau dihina seperti itu?

Dan di zaman ini ramai orang yang atas kebodohan dan hawa nafsunya tersangat lancang melontarkan kata-kata hinaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala atau syari’at-Nya. Contoh nya seperti orang-orang yang memperolok-olokkan saudaranya yang mengamalkan sunnah berjanggot, dengan mengatakan; hei janggot, hei kambing, dan sebagainya. atau seperti orang yang memperolok-olokkan wanita yang berhijab atau bercadar seperti dengan mengatakan “eh awas ada ninja”, kuno, tidak moden atau ketinggalan zaman, dan sebagainya. Bahkan ada yang sampai berani menghina para shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti yang dilakukan oleh orang-orang syi’ah yang kafir itu.

Perbuatan istihza' alias menghina Sya’iat islam ini bukan masalah ringan , ini adalah permasalahan besar yang akan menentukan apakah kita akan menjadi penghuni syurga atau penghuni neraka yang kekal selama-lamanya . Sebab Para ulama telah sepakat bahwa pelaku istihza’ fiddien alias para penghina syari’at islam adalah kafir dan terkeluar dari agama islam serta hukumannya adalah dibunuh tanpa harus dimintai bertaubat.


Diantara perkataan para ulama tersebut adalah:

Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab Sharimu al-maslul halaman 315 berkata: ”setiap orang yang menghina nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam dan mengejek beliau baik muslim ataupun kafir maka dia wajib dibunuh dan saya berpendapat dia dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat”

Kemudian Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab Al-mughni jilid 12 halaman 297 berkata: ”Barang siapa yang menghina Allah ta’ala maka dia telah kafir baik dalam keadaan bergurau ataupun bersungguh-sungguh , begitu pula menghina Allah , atau dengan ayat-ayat-Nya , rasul-rasul-Nya , dan kitab-kitab-Nya”.

Perkataan para ulama yang mengkafirkan para penghina syari’at islam bukanlah atas dasar hawa nafsu mereka, namun perkataan mereka itu berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Adapun diantara dalil yang paling jelas adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala di dalam surah At-Taubah ayat 65 sampai 66.

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ {65} لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)


Yang artinya:

“Dan jika kamu tanya kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) , tentu mereka akan menjawab:"Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja . Katakanlah; apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok. Tidak usah kamu minta ma'af , karena kamu telah kafir sesudah beriman."

Ayat yang mulia ini diturunkan berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik yang mencela Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya pada perang Tabuk dengan perkataannya yang kufur, mereka berkata: "Kami tidak melihat seperti mereka-mereka para qari yang rakus dan pendusta-pendusta. dan yang paling penakut ketika bertemu dengan musuh maksudnya adalah Nabi dan sahabat-sahabatnya, "Perkataan hinaan itu mereka tujukan kepada Nabi dan para shahabatnya. Kemudian sahabat Nabi yang bernama Auf bin Malik mengetahui kejadian tersebut, lalu dia mengkhabarkan hal itu kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, dan tiba-tiba orang-orang munafiq tadi datang kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf dan mohon untuk diberi uzur sambil mengatakan: "Kami hanya bercanda dan bersenda gurau dan tidak ada maksud kami untuk mencela dan berolok-olok ." Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyangkal perkataan mereka dan tidak menerima uzur mereka atas dusta mereka tersebut dengan firman-Nya: "Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok dan tidak ada ma'af bagimu sungguh kamu telah kafir sesudah beriman."

Kisah ini boleh di lihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar , Muhammad bin Ka’ab dan selainnya.

Ketika menjelaskan ayat ini, Syaikh Abdul ‘Aziz ‘ali Abdul Latif dalam bukunya yang berjudul Nawaqidul Iman Al-Qouliyah wal Amaliyah mengutip perkataan syaikhul islam Ibnu Taimiyah yang mengatakan: “Ayat ini adalah salah satu nash yang menunjukan bahwa istihza' atau menghina Allah, ayat-ayat-Nya, serta Rasul-Nya adalah bentuk kekufuran. Dan penghinaan yang ditujukan kepada Rasul lebih layak lagi untuk menyandang kekufuran. Dan ayat ini pun menunjukan bahwa penghinaan apapun terhadap Rasulullah adalah kufur, baik sengaja maupun bergurau.”

Dan kekufuran orang yang melakukan penghinaan ini pun menunjukan halal darahnya untuk ditumpahkan, sebagaimana Imam abu Daud dalam Kitab hudud dan Imam Nasa’I dalam kitab Tahriimud Dam mencantumkan atsar riwayat Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang buta yang membunuh seorang wanita disebabkan wanita ini terus menghina Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ketika kisah pembunuhan ini disampaikan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baginda bersabda: “Saksikanlah Bahwa darah Wanita ini Halal untuk ditumpahkan”.

Dengan ini jelaslah sudah bahwa permasalahan istihza’ adalah perkara besar yang harus kita waspada. Dan mudah-mudahan kita dapat terhindar dari perbuatan tersebut.


Salam Ukhuwah..~

Tiada ulasan:

Catat Ulasan